Tomohiro Yamashita, atau akrab disapa Tomo, cukup intens bersinggungan dengan kultur Indonesia melalui konten populer Waseda Boys. Tapi, sejauh apa, sih, culture shock yang sempat ia alami selama di Indonesia? Yuk, kita simak!
Halo, TeMantappu! Belum lama ini, talent Mantappu Corp. yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-24 pada 11 Januari 2024 lalu, Tomohiro Yamashita, mengumumkan kalau Waseda Boys–sebuah grup yang terdiri dari empat sahabat karib dari Waseda University, akan berpisah pada bulan Maret 2024 mendatang setelah enam tahun bersama. Termasuk di dalamnya Yusuke Sakazaki, Ryoma Otsuka, Tomohiro Yamashita, dan Jerome Polin, yang sering membuat konten bersama di Nihongo Mantappu. Yuk, kita flashback beberapa momen ketika Tomohiro pertama kali tertarik dengan kebiasaan dan budaya orang Indonesia, yang pada akhirnya membuatnya mengalami culture shock. Ada apa aja, ya?
Table of Contents
Terlalu Banyak Sepeda Motor
Tomohiro, bersama kedua temannya asal Jepang, Reiwa dan Kashiwa, dalam salah satu video di akun YouTube miliknya, menjelaskan culture shock yang dialaminya saat berada di Indonesia untuk kali pertama, yaitu begitu banyak sepeda motor di jalanan. Ia sempat merasa cemas dan khawatir ketika menyadari jumlah kendaraan yang berani saling menyusul atau melaju di pinggir jalan untuk menghindari kemacetan. Tomohiro sampai menambahkan kalau:
Indonesia, menurut Pusat Penelitian Pew (2022), menempati peringkat ketiga pengguna sepeda motor terbanyak di dunia, loh. Tercatat sebanyak 85 persen rumah tangga di Indonesia minimal memiliki satu buah sepeda motor dan menjadikannya sebagai alat transportasi utama. Dalam penelitian tersebut, Thailand menduduki posisi pertama dengan 87 persen rumah tangga di Thailand memiliki satu sepeda motor. Diikuti oleh Vietnam (86 persen), Indonesia (85 persen), Malaysia (83 persen), dan China (60 persen).
Cocok dengan Makanan Indonesia
Tahun lalu, menurut Taste Atlas 2023, rawon, makanan khas Surabaya, dinobatkan sebagai sup terenak di dunia diikuti Tonkatsu Ramen asal Jepang di posisi kedua. Belum lagi rendang yang menjadi perbincangan hangat di kancah internasional.
Baca Juga: 3 Fakta Sampah Plastik versi Jerhemy Owen
Tomo mengaku setuju kalau makanan di Indonesia sangat cocok dengan lidahnya. Bahkan, Reiwa lebih menyukai makanan di Indonesia daripada restoran di Jepang. Dia menjelaskan makanan Indonesia kaya rempah, bumbu berlimpah, dan memiliki aroma yang sangat kuat.
Namun, di balik kelezatan masakan khas Indonesia, Tomo bercerita kalau ia sempat mengalami masalah sakit perut karena belum terbiasa dengan makanan pedas dan minuman es. Begitu pula saat ia dan Yusuke berada di India dan harus terbangun di tengah malam karena sakit perut. Tomo menceritakan pengalamannya kalau saat itu mereka berdua berbagi satu kamar dengan satu kamar mandi yang membuat mereka harus berebut antrian.
Cable Ties pada Bungkus Makanan
Ketika memesan makanan secara daring, biasanya bungkus plastik yang digunakan akan diikat dengan cable ties. Sering mengalami hal serupa nggak, TeaMantappu? Ternyata, orang Jepang mendapati penggunaan cable ties di bungkus makanan sebagai hal baru. Apalagi, sempat ada momen mereka nggak memiliki gunting dan terburu-buru karena lapar. Akhirnya, mereka memilih merobek bungkusnya.
Baca Juga: Na Daehoon: Chef Asal Korsel, Content Creator, dan Talent Mantappu Corp
Yup, penggunaan cable ties memang marak digunakan selama dan pasca pandemi untuk mengamankan bungkus makanan agar nggak mudah terbuka. Banyak penjual sekarang menggunakan cable ties untuk menjaga kualitas makanan ketika dibungkus dan dibawa pulang. Siapa di antara kamu yang juga sering kesulitan membuka cable ties juga, nih?
Truk Sampah
Tomo bercerita ketika kali pertama menggunakan ojek online, di tengah perjalanan, ia mencium bau nggak sedap yang Tomo sebut sebagai “bau durian”, yang ternyata berasal dari truk sampah yang melintas di depannya. Hal tersebut sempat mengejutkannya, karena di Jepang, truk sampah nggak berbau menyengat sama sekali.
Kemudian, Reiwa dan Kashiwa menambahkan di Indonesia cukup banyak sungai kotor berwarna hitam pekat dan timbunan sampah di sekitarnya. Betul juga, ya, TeMantappu. Masih ingat nggak dengan video viral yang menampilkan kebersihan selokan di Jepang sampai ikan pun bisa terlihat? Ternyata, Jepang mengelola air limbah melalui sistem Sewage Treatment Plant (STP).
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Ekida dan Farhan Bahas Healthy Lifestyle Anak Muda
Di Jepang, setiap rumah dan gedung dilengkapi dengan saluran pipa khusus yang mengarahkan air limbah ke bangunan STP, di mana air tersebut diolah sebelum dilepaskan kembali ke lingkungan. Di Indonesia, segala jenis air limbah dapat masuk ke selokan dan sungai sehingga masalah lingkungan menjadi cukup serius, ya.
Piring Sajian Nasi Padang
Pengalaman di restoran masakan Padang menjadi momen culture shock bagi Tomo. Saat memesan makanan, berbagai piring lauk-pauk langsung disajikan, termasuk rendang daging, ayam pop, gulai daun singkong, telur balado, dendeng, dan lainnya. Hal yang mengejutkan bagi Tomo adalah makanan yang nggak dipilih atau nggak dimakan ternyata dikembalikan ke dapur, bukan dibuang.
Di Jepang, makanan yang telah dikeluarkan dari dapur nggak boleh kembali, dan kalau nggak dimakan, seringkali akan dibuang. Hal inilah yang membuat Tomo cukup terkejut karena perbedaan pengolahan makanan di Indonesia dan di Jepang.
***
Rupanya, hal-hal yang bagi kita dianggap biasa dan lumrah, bagi orang Jepang bisa sangat berbeda, sampai-sampai bisa bikin mereka cukup terkejut, heran, dan menganggapnya nggak biasa. Menurutmu, TemanTappu, di antara semua culture shock yang diceritakan Tomo, mana yang menurutmu paling tak terduga?
Media Sosial Tomohiro Yamashita
Biar kamu nggak ketinggalan keseruan dari Tomo ataupun Waseda Boys, ikuti media sosial Tomo di bawah ini: