Tomohiro Yamashita kali ini mengunjungi salah satu pasar lokal yang terkenal di Solo, Jawa Tengah, yaitu Pasar Gede. Kira-kira, gimana, ya, reaksi Tomohiro ketika melihat pasar tradisional di Indonesia untuk pertama kalinya? Sebagaimana kita tahu, di Jepang masyarakat lebih familiar dengan supermarket yang serba modern dan efisien. Pasar tradisional di Jepang memang ada, tetapi nggak sepopuler dan semeriah pasar tradisional di Indonesia yang nyaris selalu penuhi. Jadi, yuk kita simak lebih lanjut pengalaman seru Tomohiro Yamashita saat menjelajahi Pasar Gede di Solo!
Minasan, Konnijiwa!
Kali ini, Tomohiro berkesempatan buat mampir ke Pasar Gede di Solo, Jawa Tengah. Bagi Tomohiro, mengunjungi pasar tradisional di Indonesia adalah pengalaman yang beda banget dari yang biasa dialami di Jepang.
Ketika ditanya apa yang menarik dari pasar tradisional, Tomohiro menjawab, “Pikiranku, tuh, kayak banyak yang jualan buah, sayur di mana-mana.” Bagi Tomo, suasana pasar yang penuh sama jajanan, buah-buahan segar, dan sayuran itu bener-bener menarik dan beda dari supermarket modern yang “lebih rapi” di Jepang.
Di Jepang, pengalaman semacam ini nyaris nggak ada. “Kalau suasana kayak gitu (di pasar), biasanya cuma orang yang punya restoran yang bisa masuk ke sana. Orang biasa kayak aku cuma bisa belanja di supermarket atau tempat yang lebih rapi,” jelas Tomohiro.
Tapi, kunjungan Tomohiro ke Pasar Gede membuka matanya sama kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Di pasar ini, ia bisa lihat langsung gimana orang lokal berinteraksi waktu belanja dan tawar-menawar harga. Suasana pasar yang ramai dan penuh aktivitas dagang bikin dia merasa kayak hidup banget.
Tomohiro juga kepo sama beragam produk yang dijual di Pasar Gede, lho. Mulai dari bahan makanan segar, rempah-rempah, makanan tradisional, sampe kerajinan tangan lokal, semuanya lengkap ada di pasar. Yuk, kita simak cerita seru Tomohiro Yamashita di Pasar Gede lebih lanjut!
Table of Contents
Tomohiro Kaget Ada yang Jualan Pisau di Pasar
Di Pasar Gede Solo, Tomo langsung kaget begitu masuk ke area pasar. “Wah, dari gerbang aja udah kaget,” ucapnya, sambil lihat jejeran pisau yang dipajang di salah satu lapak. Bagi Tomo, ini pengalaman baru karena di Jepang sana nggak ada toko yang menjual pisau langsung di pasar kayak begini.
“Toko-toko kayak gini seharusnya jualan di tempat khusus, kan,” katanya sambil terus lihat-lihat pisau-pisau yang ditawarkan. Dia juga terheran dengan harga-harga yang ditawarkan, misalnya satu pisau dihargai cuma 75 ribu rupiah. Di Jepang mungkin harga segitu bisa dibilang murah banget untuk pisau yang bagus.
Ia juga melihat banyak kerajinan tangan lokal yang unik dan menarik. Pisau-pisau di sini ada yang desainnya beda-beda, bahan-bahannya juga unik, yang mungkin nggak ditemui di Jepang. Suasana pasar yang ramai dan penuh warna ini bener-bener bikin Tomo lebih dekat sama budaya lokal di Solo.
Tomohiro Membeli Buah-buahan di Pasar
Di pasar, Tomo excited banget melihat banyak buah-buahan. “Nah, ini pasar yang ada di pikiran aku. Kayak buah-buahan kayak gini,” katanya sambil nyelipin tangan ke tumpukan buah-buahan yang warna-warni.
Setelah melihat-lihat, Tomo langsung pengen mencoba buah-buahan itu langsung. Pertama, ia makan manggis dan langsung bilang, “Enak banget, seger rasanya!” Terus, ia juga penasaran sama salak pondoh. Meskipun lebih suka manggis, Tomo tetap coba salak pondoh biar dapet pengalaman baru.
Tomo juga nggak mau ketinggalan buat beli anggur yang menurutnya “Buah-buahan di Indonesia emang enak-enak bange, ya.”
Selain buah-buahan, Tomo juga mampir ke pedagang sayuran. Ia kaget karena banyak sayuran yang belum pernah dia lihat di Jepang. “Bener-bener banyak jenis sayur yang beda dari yang ada di Jepang, nggak pernah aku lihat sebelumnya,” ujarnya.
Selain buah-buahan dan sayuran, Tomo juga melihat ada pedagang yang jualan daging sapi, ayam, dan ikan segar di pasar. Dia juga sempat beli teh asli dari Solo untuk dicoba, lho.
Tomohiro Mencoba Es Dawet untuk Kali Pertama
Tomo mencoba Es Dawet Selasih Solo yang disajikan bareng dengan bubur sumsum dan ketan hitam. Minuman tradisional ini memang berbeda dengan es dawet pada umumnya. Di Es Dawet Selasih Solo, campurannya terdiri dari dawet hijau (cendol) dan biji selasih.
Ketika es dawet selesai dibikin, Tomo langsung mencoba, “Oishi!” (enak sekali). Tomo menyukai tekstur dan rasa beras ketan hitam yang khas di dalamnya, sampai-sampai ia memutuskan untuk mengambil porsi tambahan.
“Awalnya aku pikir aku nggak bakal suka karena aku nggak terlalu suka yang manis-manis,” ungkap Tomo. Sebelumnya, ia pernah membeli dawet ayu di restoran Indonesia di Jepang, tetapi rasanya terlalu manis.
Namun, setelah mencicipi Es Dawet Selasih Solo, pendapatnya berubah total. Tomo menyukai kombinasi unik dari campuran dawet di dalamnya dan tentunya rasanya nggak begitu manis alias manisnya pas!
Baca Juga: Cerita Na Daehoon Menghadapi Culture Shock di Indonesia
Tomohiro Mencoba Klepon Langsung di Pasar
“Very sticky kayak mochi,” komentar Tomo saat pertama kali nyoba klepon. “Ini manis banget, tapi rasanya ada yang unik dari kelapanya,” tambahnya. Tomo betul-betul suka dengan sensasi kenyalnya klepon yang enak banget buat dimakan.
Tapi, pas Tomo tau harga klepon ini cuma 6 ribu rupiah, dia langsung kaget. “Serius? Murah banget ya untuk camilan seenak ini,” ujarnya sambil masih ngunyah klepon. Bagi Tomo, harga segitu bener-bener terjangkau mengingat enaknya klepon yang dia rasain.
Kunjungan Tomo ke pasar tradisional di Solo ini bener-bener ngasih kesan yang mendalam buat dia. Selain bikin perut kenyang, dia juga dapet pengalaman budaya lokal yang nggak bakal dia lupakan.
Gimana, TeMantappu? Ternyata pasar tradisional di Indonesia tuh beda banget dari yang ada di Jepang, ya. Di sini, budaya kuliner dan keramahtamahan bener-bener luar biasa. Mulai dari nyicipin buah-buahan segar, sampe nyobain klepon dan es dawet, semuanya lengkap dijajal Tomo. Kita tunggu, deh, Tomo balik lagi ke Indonesia, ya! Hihi.
Media Sosial Tomohiro Yamashita
Biar kamu nggak ketinggalan keseruan kegiatan lain dari Tomo, ikuti media sosial Tomo di bawah ini: